I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Anatomi
Fisiologi Sistem Pencernaan
Anatomi
fisiologi tentang sistem pencernaan yang
meliputi:
1. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran
pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
a.
Bagian luar yang sempit atau
vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.
b.
Rongga mulut/bagian dalam yaitu
rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi
bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan,
merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
3. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ±
25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus
terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak
menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
4. Gaster (lambung)
Merupakan
bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama
didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:
a. Fundus
ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum
kardium biasanya berisi gas.
b. Korpus
ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura
minor.
c. Antrum
pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.
d. Kurtura
minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi
pilorus.
e. Kurtura
mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum
kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.
5. Usus halus
Usus halus atau usus
keciladalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung
dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke
hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.
Lapisan usus
halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan
serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua
belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus
dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latinduodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum
(terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua
belas jari (duodenum)
dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni
sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune
yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya
berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
Mukosa usus
halus
Permukaan epitel yang sangat halus
melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan penernaan dan absorpasi
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah
bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki
panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau
sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
6. Usus besar/interdinum mayor
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Panjangnya ±
1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:
a.
Sekum.
b.
Kolon asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan,
membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm
c.
Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
d.
Kolon transversum.
Membujur
dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.
e.
Kolon desenden.
Terletak
dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ±
25 cm.
f.
Kolon sigmoid.
Terletak
dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah
berhubungan dengan rektum.
g.
Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
7. Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan
dunia luar. (Drs. Syaifuddin, hal 87-92).
B. Definisi
Ileus Obstruktif
Obstruksi
usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik,
partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat
karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin
tetap hidup.
Ada dua tipe
obstruksi yaitu :
1.
Mekanis
(Ileus Obstruktif)
Suatu
penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat
karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma
stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2.
Neurogenik/fungsional
(Ileus Paralitik)
Obstruksi
yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik
usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau
gangguan neurologis seperti penyakit parkinson
Pengertian
obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:
1.
Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah
aliran normal melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth,
2001).
2.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis
pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu
jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Dari
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan
total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan
atau gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah
kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
Gambar
obstruksi usus.
C. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis
obstruksi usus, yaitu:
1.Mekanis :
Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus,
contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur,
perlekatan, hernia dan abses.
2.Fungsional :
Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus (Brunner and
Suddarth).
D. Manifestasi
Klinik
1.
Nyeri tekan
pada abdomen.
2.
Muntah.
3.
Konstipasi
(sulit BAB).
4.
Distensi abdomen.
5.
BAB darah
dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).
E. Pemeriksaan
Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan
antara lain:
1.
Pemeriksaan
sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus.
2.
Pemeriksaan
laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan
menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan
infeksi.
3.
Pemeriksaan
radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.
Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak
ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan
radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001,
hal 1121).
F. Patofisiologi
Akulmulasi Gas dan cairan di dalam lumen sebelah
proksimal dari letak obstruksi
|
Proliferasi
bakteri yang berlangsung cepat
|
Kehilangan
H2O dan elektrolit
|
Kehilangan cairan menuju ruang periloneum
|
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik
ke dalam peritnium dan sirkulasi sistemik
|
G. Penatalaksanaan
Bedah dan Medis
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi
keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal.
1.
Obstruksi
Usus Halus
Dekompresi
pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas
kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka
strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan,
terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit
(natrium, klorida dan kalium).
Tindakan
pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi.
Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan
pembedahannya adalah herniotomi.
2.
Obstruksi
Usus Besar
Apabila
obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka
lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa
sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan
sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan
adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi
sementara dan permanen mungkin diperlukan.
H. Komplikasi
1.
Peritonitis
karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2.
Perforasi
dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
3.
Sepsis,
infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4.
Syok
hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
dan gaya hidup.
2.
Riwayat
kesehatan
a.
Keluhan
utama .
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus
menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.
b.
Riwayat
kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1
s/d 10.
T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
c.
Riwayat
kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat
ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
d. Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
3.
Pemeriksan
fisik
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala :
Kelelahan dan ngantuk.
Tanda
: Kesulitan ambulasi
b.
Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
c.
Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
d.
Makanan/cairan
Gejala :anoreksia,mual/muntah dan hausterusmenerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.
e.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
f.
Pernapasan
Gejala :
Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda
: Napas pendek dan dangkal
g.
Diagnostik
Test
1)
Pemeriksaan
sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus.
2)
Pemeriksaan
simtologi
3)
Hb dan PCV:
meningkat akibat dehidrasi
4)
Leukosit:
normal atau sedikit meningkat
5)
Ureum
dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl‑ rendah
6)
Rontgen
toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7)
Rontgen
abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,
hernia)
8)
Sigmoidoskopi:
menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)
B.
Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
klien dengan ileus obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001
dan Wong D.L)
1.
Nyeri b/d
distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
2.
Kekurangan
volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
3.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
absorbsi nutrisi.
4.
Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
C. Rencana Intervensi
1.
Nyeri b/d
distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
Tujuan: Nyeri
hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.
Kriteria
hasil
:
a.
Nyeri
berkurang sampai hilang skala 1(1-10)
b.
Ekspresi
wajah rileks.
c.
TTV dalam
batas normal.
Intervensi:
a.
Selidiki
keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri
distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya
sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi
keefektifan analgesia.
b.
Pantau
tanda-tanda vital.
Rasional: Respon
autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan
dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus
memerlukan evaluasi lanjut.
c.
Memberikan
tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan
posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan
bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan.
Rasional: Memberikan
dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi,
mengfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
d.
Palpasi
kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan
gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien
berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai
kebutuhan.
Rasional: Faktor
psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak
meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.
e.
Berikan
analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional:
Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan
kerjasama dengan aturan terapeutik.
f.
Kateterisasi
sesuai kebutuhan.
Rasional:
Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih
sampai fungsinya kembali.
2.
Kekurangan
volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
Tujuan: Volume
cairan seimbang.
Kriteria
hasil
:
a.
Klien
mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
b.
Klien
menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang
adekuat.
Intervensi:
a.
Pantau
tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD,
takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam
pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.
Rasional: Tanda-tanda
awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok
hipovolemik.
b.
Palpasi nadi
perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.
Rasional: Memberi
informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
c.
Perhatikan
adanya edema.
Rasional: Edema dapat
terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin
serum/protein.
d.
Pantau
masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi
keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Indikator
langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk
penggantian cairan.
e.
Perhatikan
adanya/ukur distensi abdomen.
Rasional: Perpindahan
cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi
ginjal.
f.
Observasi/catat
kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan
dan bantu dengan perubahan posisi sering.
Rasional: Haluaran
cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis
metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk
mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan
pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase
di lambung, yang dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui
selang NGT kedalam duodenum.
g.
Pertahankan
potensi penghisap NGT/usus.
Rasional:
Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan
dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau
kondisi yang sebelumnya ada, mis: kanker.
3.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan: Berat
badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria
hasil
:
a.
Tidak ada
tanda-tanda mal nutrisi.
b.
Berat badan
stabil.
c.
Pasien tidak
mengalami mual muntah.
Intervensi:
a.
Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna
makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
b.
Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional:Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
c.
Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan
makanan tinggi protein dan vitamin C.
Rasional:Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah
kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.
d.
Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.
Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan
evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.
e.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin
(Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk
mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.
4.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan pengobatan b/d
kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
Tujuan: Menyatakan
paham terhadap proses penyakitnya.
Kriteria
hasil
:
a.
Klien dan
keluarga mengetahui penyakit yang
diderita
b.
Klien dan
keluarga berpartisipasi dalam proses belajar
c.
Klien dan
keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan
Intervensi:
a.
Diskusikan pentingnya masukan cairan
adekuat dan kebutuhan diet.
Rasional:
Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.
b.
Tinjau ulang perawatan selang
gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini.
Rasional: Meningkatkan
kemandirian dan meningkatkan kemampuan perawatan diri.
c.
Tinjau perawatan kulit disekitar
selang.
Rasional: Membantu
mencegah kerusakan kulit dan menurunkan resiko infeksi.
d.
Identifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya
tepi luka, perubahan karakteristik drainase.
Rasional: Pengenalan
dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi
serius dan mengancam hidup.
e.
Tinjau ulang keterbatasan/pembatasan
aktivitas, mis: tidak mengangkat benda berat selama 6-8 minggu dan menghindari
latihan dan olahraga keras.
Rasional: Menurunkan
resiko pembentukan hernia.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
pasien. Jakarta : Penerbit Buku
2.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku
Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
3.
Ikextx.weebly.com/uploads/4/6/9/3/469349/obstruksi_usus.doc