Jumat, 10 Agustus 2012

Askep Bronkitis


A.     KONSEP PENYAKIT BRONKITIS
1.       Pengertian
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 ).
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994).
2.       Klasifkasi
a.       Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai.
b.       Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau batuk berulang adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya.
3.       Etiologi
Penyebab utama penyakit bronkitis akut adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Influenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut:
a.       Spesifik
1)      Asma
2)      Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3)      Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4)      Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5)      Sindrom aspirasi.
6)      Penekanan pada saluran napas.
7)      Benda asing.
8)      Kelainan jantung bawaan.
9)      Kelainan sillia primer.
10)  Defisiensi imunologis.
11)  Kekurangan anfa-1-antitripsin.
12)  Fibrosis kistik.
13)  Psikis.
b.       Non-spesifik
1)      Asap rokok.
2)      Polusi udara.

Kamis, 05 Juli 2012

Askep Kanker Prostat


A.    Konsep Dasar Medik.
1.      Definisi
Kanker Prostat adalah pertumbuhan tumor ganas dari jaringan parenchym kelenjar prostat. (M.Thompson & Mc Farland, Manual of Clinical Nursing 1989 , 1464)

2.      Anatomi  Fisiologi
Prostat adalah suatu organ tubuh yang bergantung  kepada pengaruh endokrin dan dapat dianggap imbangan( counterpart ) dari payudara pada wanita. Prostat dipengaruhi juga oleh hormon androgen dan estrogen. Bagian tengah, peka terhadap pengaruh estrogen dan bagian tepi peka terhadap hormon androgen.  Karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami hiperplasia, yaitu sekresi androgen berkurang sehingga estrogen bertambah sebagian atau absolut. Sel-sel epitel  kelenjar prostat dapat membentuk enzim fosfatase asam yang paling aktif bekerja pada Ph 5. Pada keadaan normal enzym ini kecil sekali sehingga sulit diukur, tetapi pada kanker prostat pembentukan enzym ini sangat banyak sehingga dapat diukur dalam darah.

3.      Etiologi
Seperti tumor ganas lain, maka etiologi kanker prostat belum diketahui dengan tepat.  Ada yang menghubungkan dengan radang atau hormon.  Hampir 75 % kanker prostat ditemukan pada bagian posterior dari pada lobus medius, dan hampir seluruhnya mulai dari bagian yang dekat dengan simpai. Ada pendapat tercatat bahwa terdapat 3 kali lebih besar kasusnya karena ada riwayat ayah atau kakek menderita kanker prostat. Karsinoma prostat ini merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria dewasa ( 50% dari seluruh tumor ganas pria ) usia diatas 50 tahun dan akan meningkat tajam pada usia di atas 80 tahun.

4.      Patofisiologi
Pertumbuhan sel yang abnormal ( adenokarsinoma ) yang berdeferensiasi  di sel parenchym kelenjar prostat secara infiltrat dibagian kapsul / pembungkusnya. Yang sering terserang adalah di bagian lobus posterior dan membentuk massa sehingga prostat membesar seperti hyperplasia kemudian dapat  terjadi penekanan di semi vesika urinaria atau penyempitan urethra.
Anak sebar menyebar ke lateral yaitu menuju otot anus / rectum melalui hematogen dan kelenjar lymphe sehingga dapat metastasi ke paru - paru, otak, tulang dan organ-organ lain.

5.      Tanda dan Gejala
      Timbulnya tanda dan gejala biasanya setelah stadium lanjut yaitu adanya pembesaran prostat, karena pada permulaan sulit diraba dalam pemeriksaan rektal touche.
a.       Gangguan saluran kencing :
1)      Retensi urine
2)      Nokturia
3)      Hematuri
4)      Disuria
5)      Kencing menetes
b.      Gangguan sistem lain :
1)      Nyeri di daerah rektum ( metastasi ke rektum / perineum )
2)      Sesak nafas / nafasnya terengah-engah
3)      Anaemia
4)      Berat badan turun

6.      Test diagnostik
a.       Biopsi dengan jarum lewat perineal atau Transrektal
b.      Biopsi dengan membuka jaringan kulit.
c.       Cystoscopy
d.      Pelvic CT Scan
e.       Transrectal Ultrasonografi
f.       Laboratorium :
1)      Alkali Phospatase
2)      PAP ( Prostatic Acid Phosphatase )
3)      Serum TAP ( Total Acid Phosphatase )
4)      Hb, leukosit, trombosit    

7.  Therapi
      a. Operasi :
1)      Prostatektomi radikal melalui perineal, retropubic dan transpubic
2)      Orchiectomy
     b. Obat-obatan :
Estrogen, Kortikosteroid , Kemoterapi.

8.       Komplikasi
a.       Metastase ke paru - paru, otak, dan tulang
b.      Hydronephrosis.

B. Konsep Dasar Keperawatan
Pengkajian
1.      Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
·         Faktor penyebab timbulnya  kanker prostat
·         Pemeliharaan kesehatan, pengobatan dan perawatan di rumah
2.      Pola nutrisi dan metabolik
·         Kebiasaan makanan yang dikonsumsi
·         Nafsu makan menurun , mual , muntah
·         Berat badan menurun
·         Konjuctiva pucat / anemi
·         Laboratorium  HB < 10 mg %         
Lekosit : Ada kenaikan jika terdapat infeksi sistem perkemihan
Ureum : > 30 – 40 mg %
Creatinin : > normal
Alkhali pospatase : > normal
Albumin : < normal
Globulin : < normal  
3.      Pola eliminasi .
·         Urine menetes tak dapat memancar, tidak dapat mengosongkan    kandung kemih sampai habis 
·         Nokturia
·         Dysuria
·         Urine campur darah
·         Peristaltik usus < 6 kali / menit
·         Kandung kemih  penuh dan keras
·         Rectal touche teraba benjolan dan keras  
·         Warna urine kuning tua, coklat sampai ada darah, ada  kuman bakteri  berjumlah sedikit
4.      Pola aktifitas dan latihan.
·         Riwayat pekerjaan
·         Mengeluh lemas, cepat lelah, tidak bergairah dalam melaksanakan                                                  aktifitas atau hobi.
·         Peningkatan tekanan darah
·         Tungkai udema  
5.       Pola tidur dan istirahat .
·         Gangguan tidur karena nyeri di daerah peritoneal
·         Kandung kemih penuh sering  bak dimalam hari, yang tidak terlampiaskan
·         Nyeri di daerah punggung
6.      Pola persepsi kognitif dan sensorik
a.       Pengetahuan klien tentang penyakitnya
b.      Usaha untuk mengatasi rasa nyeri
7.       Pola persepsi dan konsep diri
Mengeluh ada rasa tak berdaya, putus asa, depresi, menarik diri.
8.      Pola peran dan hubungan dengan sesama                                                   
·         Mengeluh tidak adekuatnya suport sistem
9.      Pola reproduksi dan seksual
·         Mengeluh menurunnya kemampuan berejakulasi, takut mengganggu    pasangannya dengan  urine yang menetes.
·         Adanya pembesaran prostat
10.  Pola  mekanisme koping dan toleransi
·         Mengeluh putus asa
·         Marah,  menarik diri, denial
11.  Pola sistem nilai atau kepercayaan
·         Sakit kanker adalah kutukan

Diagnose Keperawatan
1.      Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang diagnose dan tindakan pemeriksaan   dan prognosanya. 
2.      Perubahan pola eliminasi ( bak ): retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran  kencing urethra,  tonus kandung kemih menurun
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan meningkatnya metabolisme ( proliferasi sel-sel kanker ), intake kurang adekuat .
4.      Perubahan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan infiltrasi tumor ke organ tulang  dan rektum / perineal.
5.      Aktifitas Intoleran dan gangguan mobilisasi berhubungan dengan hipoksia jaringan, malnutrisi, dan kelelahan dan kompresi susunan saraf karena proses metastase.
6.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi beraktivitas.
7.      Gangguan seksual berhubungan dengan efek samping pengobatan :  kemotherapi, terapi  radiasi, operasi, nyeri .

Perencanaan 
a.       Cemas berhubungan dengan ketidaktauan tentang diagnose dan tindakan pemeriksaan  dan prognosanya.
        Hasil Yang diharapkan :
        Stress berkurang dan perbaikan koping yang ditandai dengan :
-          Penampilan rilaks.
-          Status kecemasan menurun sampai hilang.
-          Mendemonstrasikan kemampuan pengetahuan tentang
-          penyakitnya jika diberi pertanyaan.
-          Bergabung dalam komunikasi terbuka dengan pasien lain.
              Rencana tindakan :
1)      Mengkaji riwayat kesehatannya untuk tindakan selanjutnya yang meliputi:
-          Perhatian pasien
-          Tingkat pengetahuan pasien terhadap penyakitnya
-          Pengalaman sakit kankernya dimasa lalu
-          Pengetahuannya tentang diagnose kanker dan prognosisnya
-          Suport system yang ada dan metode koping yang digunakan
2)      Menyampaikan pendidikan kesehatan tentang diagnosis dan rencana panatalaksanaan medisnya terdiri dari :
-          Jelaskan secara sederhana apa pemeriksaan diagnostik yang kemungkinan akan dilakukan : misal berapa lama, apa persiapannya pengalaman apa yang anda kuasai.
-          Review rencana pengobatan dan beri kesempatan kepada  untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan.
3)      Kaji reaksi secara psikologi tentang diagnose  dan bagaimana koping yang digunakan untuk mengatasi stress.
b.      b. Perubahan pola eliminasi ( bak ): retensi urine berhubungan dengan obstruksi       saluran kencing urethra,   tonus kandung kemih menurun
    Hasil yang diharapkan :
    Pola eliminasi ( bak ) kembali normal ditandai dengan :
-          Interval bak normal
-          Dalam catatan tidak ada perabaan kandung kemih yang penuh setelah bak.
-          intake dan output seimbang
-          Tidak ada catatan tentang keluhan urine  menetes, kandung kemih penuh.
    Rencana tindakan :
1.      Kaji pola eliminasi ( bak ).
2.      Kaji tanda dan gejala retensi urine : jumlah .warna, palpasi kandung kemih terdapat retensi urine/tidak, ada keluhan urine sering dan sedikit-sedikit.
3.      Lakukan katerisasi untuk mengukur retensi urine yang ada (urine  residu)
4.      Tentukan ukuran/cara untuk mengatasi retensi a.l :
5.      Dorong pasien untuk mengatur posisi yang tepat waktu mengeluarkan urine.
-          Ajarkan menggunakan valsava manuver (mengejan)
-          Berikan obat  jenis cholienergik.
-          Monitor efek-efek  obat.
6.      Konsultasikan pada dokter tentang penggunaan kateter secara menetap atau tidak menetap
7.      Monitor fungsi kateter dan kepatenan serta kesterilannya.
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan meningkatnya metabolisme (akibat proliferasi sel-sel kanker), intake kurang adekuat
Hasil yang diharapkan :
Menjaga kebutuhan nutrisi secara optimal yang ditandai dengan
-  Ada respon positif terhadap makanan favorit.
-    Kebersihan mulut  terkontrol
-  Adanya kenaikan berat badan setelah keinginan / nafsu makan meningkat.
   Rencana tindakan :
1)      Kaji jumlah makanan yang dimakan.
2)      Mengukur berat badan pasien secara rutine : misal 1 mg sekali.
3)      Dengarkan keluhan pasien mengapa pasien tidak dapat makan lebih.
4)      Modifikasi makanan dengan menu favorit pasiennya.
5)      Kenali obat-obat atau faktor-faktor yang menyebabkan nafsu makan turun, mual, dan muntah.
6)      Jelaskan pada pasien bahwa akan mengalami perubahan rasa .
7)      Gunakan cara untuk mengontrol mual dan muntah dengan cara :
-          Berikan obat antemetik sesaui jadwal pemberian
-          Lakukan oral higiene sesudah episode muntah.
-          Lakukan periode istirahat dalam memberikan makan.
8)      Berikan porsi kecil dan sering dengan lingkungan yang menyenangkan dan nyaman.
d.      Perubahan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan infiltrasi tumor ke organ tulang dan rektum/perineal ( penyakitnya ) dan pengobatan modaliti ( utama )
Hasil yang diharapkan :
Nyeri hilang yang ditandai dengan : Dalam catatan tidak ada  keluhan nyeri.
Rencana Tindakan :
1)      Nilai nyeri pasien dengan skala nyeri , berupa intensitasnya, lokasinya.
2)      Kurangi gerak jika nyeri  hebat.
3)      Cegah pasien dari barang-barang yang akan mencederai misal kasur yang keras,
4)      Berikan analgesik atau jenis opioda secara rutine sesuai jadwal.
5)      Ajarkan teori destruksi nyeri, misal : musik, tarik nafasdalam, menggosok – gosok dengan lembut daerah nyeri.
e.       Aktifitas Intoleran dan gangguan mobilisasi berhubungan dengan hipoksia jaringan, malnutrisi dan kelelahan dan kompresi susunan saraf karena proses metastase.
    Hasil yang diharapkan :
   Mobilisasi fisik membaik ditandai dengan: Pasien mencoba untuk malakukan    aktifitas pasif dan secara bertahap melakukan aktifitas aktif.
Rencana tindakan :
1)      Kaji yang menyebabkan keterbatasan gerak misal : rasa nyeri.
2)      Berikan obat analgetik                                
3)      Dorong pasien menggunakan alat bantu : walker, cane.
4)      Bantu dengan gerakan pasif dengan latihan ROM
5)      Beri pujian kepada pasien atas usahanya.
6)      Kaji status nutrisi.
f.                f. Gangguan seksual berhubungan dengan efek samping pengobatan :   kemotherapi,
g.               terapi   radiasi, operasi, nyeri .
    Hasil yang diharapkan :
    Dapat memodifikasi fungsi seksualnya dengan rileks dan gembira yang ditandai dengan pasien mau mendiskusikan alternatif pendekatan yang tepat untuk mengekspresikan seksualnya .
    Rencana tindakan:
1)      Kaji dari riwayat perawatan atau pengobatan yang mengakibatkan gangguan fungsi seksual.
2)      Informasikan pada pasien efek dari terapi, operasi prostat, radiasi, hormonal dan terapi lain yang mempengaruhi peran seksual.
3)      Ikutsertakan pasangan atau orang-orang terdekatnya dalam pengetahuannya menggunakan metode hubungan intim sehingga terjalin saling trust.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

askep ileus obstruksi


I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A.     Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Anatomi fisiologi tentang sistem pencernaan yang meliputi:     
1.      Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
a.       Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.
b.      Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
2.    Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
3.    Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
4.   Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:
a.   Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.
b.   Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura minor.
c.    Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.
d.   Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus.
e.    Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior.
5.  Usus halus
Usus halus atau usus keciladalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a.    Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenumadalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latinduodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

b.   Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
Mukosa usus halus
Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan makro villi memudahkan penernaan dan absorpasi
c.       Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

6.  Usus besar/interdinum mayor
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
     Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:
a.       Sekum.
b.      Kolon asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm
c.       Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.


d.      Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ±      28 cm.
e.       Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
f.       Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.
g.      Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.

7.    Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar. (Drs. Syaifuddin, hal 87-92).

B.  Definisi  Ileus  Obstruktif
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1.         Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2.         Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson
Pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:
1.        Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).    
2.        Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
Gambar obstruksi usus.
C.    Etiologi  
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu:
1.Mekanis : Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus, contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan abses.
2.Fungsional : Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus (Brunner and Suddarth).

D.     Manifestasi Klinik
1.         Nyeri tekan pada abdomen.
2.         Muntah.
3.         Konstipasi (sulit BAB).
4.         Distensi abdomen.
5.         BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).

E.      Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1.         Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus.
2.         Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.
3.        Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1121).




F.     Patofisiologi
Obstruksi usus
                                                                  
                                                                              
Akulmulasi Gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari letak obstruksi
                  
Proliferasi bakteri yang berlangsung cepat

Distensi
Kehilangan H2O dan elektrolit
           

Tekanan intralumen ↑

Iskemia dinding usus
Volume ECS turun

Kehilangan cairan menuju ruang periloneum
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritnium dan sirkulasi sistemik
Syok hipovolemik

Peritonitis septikemia

G.    Penatalaksanaan Bedah dan Medis
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1.         Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.
2.         Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.
H.    Komplikasi
1.         Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2.         Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
3.         Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4.         Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).



II. ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian
1.         Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya hidup.
2.         Riwayat kesehatan
a.         Keluhan utama . 
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.
b.        Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji  dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P  : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus- menerus (menetap).
R  : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10.
T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan keluhan.
c.         Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
d.        Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
3.         Pemeriksan fisik
a.         Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda  : Kesulitan ambulasi
b.        Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
c.         Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda  : Perubahan warna urine dan feces
d.        Makanan/cairan
Gejala :anoreksia,mual/muntah dan hausterusmenerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.
e.         Nyeri/Kenyamanan
Gejala  : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda   : Distensi abdomen dan nyeri tekan
f.         Pernapasan
Gejala   : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda    : Napas pendek dan dangkal
g.        Diagnostik Test
1)        Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus.
2)        Pemeriksaan simtologi
3)        Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4)        Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5)         Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl‑  rendah
6)        Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7)        Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia)
8)        Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.  (Doenges, Marilynn E, 2000)
B.       Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus obstruksi  adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
1.         Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
2.         Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
3.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
4.         Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
C.      Rencana Intervensi
1.         Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.
Kriteria hasil :         
a.         Nyeri berkurang sampai hilang skala 1(1-10)
b.        Ekspresi wajah rileks.
c.         TTV dalam batas normal.
Intervensi:
a.         Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia.
b.        Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
c.         Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan.
Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
d.        Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan.
Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.
e.         Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.
f.         Kateterisasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.

2.         Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
Tujuan: Volume cairan seimbang.
Kriteria hasil :         
a.         Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
b.        Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.           
Intervensi:
a.         Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.
Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.
b.        Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.
Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
c.         Perhatikan adanya edema.
Rasional: Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
d.        Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
e.         Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen.
Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal.
f.         Observasi/catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.
Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung, yang dapat  menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum.
g.        Pertahankan potensi penghisap NGT/usus.
Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada, mis: kanker.

3.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :         
a.         Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.       
b.        Berat badan stabil.        
c.         Pasien tidak mengalami mual muntah. 
Intervensi:
a.         Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
b.        Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional:Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
c.         Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C.
Rasional:Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.
d.        Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan  berminyak.
Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.
e.         Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.

4.         Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya.
Kriteria hasil :         
a.         Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita           
b.        Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar
c.         Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan    
Intervensi:
a.       Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet.
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.
b.      Tinjau ulang perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini.
Rasional: Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kemampuan perawatan diri.
c.       Tinjau perawatan kulit disekitar selang.
Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit dan menurunkan resiko infeksi.
d.      Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase.
Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius dan mengancam hidup.
e.       Tinjau ulang keterbatasan/pembatasan aktivitas, mis: tidak mengangkat benda berat selama 6-8 minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras.
Rasional: Menurunkan resiko pembentukan hernia.
 


DAFTAR PUSTAKA
1.      Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku
2.      Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah.  Jakarta : EGC.
3.      Ikextx.weebly.com/uploads/4/6/9/3/469349/obstruksi_usus.doc