- Definisi
-
Luka bakar merupakan perlukaan pada daerah kulit dan
jaringan epitel lainnya (Donna, 1991, hal. 361).
-
Luka bakar ialah perlukaan yang disebabkan karena
kontak atau terpapar dengan zat-zat termal, chemical, elektrik atau radiasi
yang menyebabkan Luka bakar (Luckman and Sorensen’s, 1993, hal 1985).
-
Luka bakar ialah truama pada kulit yang disebabkan oleh
panas tinggi (www.kompas ilmu pengetahuan.com,
Kompas tanggal 2 Mei 2003).
- Klasifikasi
Berdasarkan tingkatnya luka bakar dibagi atas 4 derajat,
yaitu:
a.
Derajat I/luka bakar ketebalan partial superfisial
(superfisial partial thickness burn)/cedera luka bakar minor.
Epidermis mengalami
kerusakan atau cedera, pada awalnya nyeri dan gatal akibat adanya stimulasi
reseptor sensoris, kering, tampak merah, biasanya akan sembuh dengan spontan
tanpa meninggalkan jaringan parut, sembuh 3-5 hari. Menurut American Burn
Association (1984) cedera luka bakar minor ini adalah ketebalan partial kurang
dari 15% LPTT (luas permukaan tubuh total) pada orang dewasa dan 10% LPTT pada
anak-anak.
b.
Derajat II/Cedera ketebalan partial dalam (deep dermal
partial thickness burn)/cedera luka bakar sedang.
Mengenai epidermis dan
dermis, luka bakar ini akan terasa nyeri dan berwarna merah-pink, akan
membentuk lepuh (bullae) serta edema, luka ini akan sembuh dalam 3-4 minggu.
Menurut American Burn Association (1984) cedera luka bakar sedang adalah cedera
ketebalan partial dengan 15 sampai 25% dari LPTT pada orang dewasa atau 10
sampai 20% LPT pada anak-anak.
Jika luka ini mengalami
infeksi, atau suplai darahnya mengalami gangguan maka luka ini akan berubah
menjadi luka bakar ketebalan penuh.
c.
Derajat II/luka bakar ketebalan penuh (Full thickness
burn)/cedera luka bakar mayor.
Mengenai lapisan lemak,
lapisan epidermis mengalami kerusakan. Luka berwarna coklat, putih, merah atau
hitam, tidak menimbulkan rasa nyeri karena semua reseptor sensoris telah
mengalami kerusakan total. Akan sembuh dalam 3-5 bulan. Menurut American Burn
Association cedera luka bakar mayor merupakan cedera ketebalan partial lebih
dari 25% LPTT pada orang dewasa atau 20% LPTT pada anak-anak.
d.
Derajat IV
Kerusakan melebihi
subkutan dan mencapai otot dan tulang. Terjadi pengelupasan kulit, keadaan
kering dan tidak menimbulkan nyeri.
- Anatomi
Fisiologi
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan
mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya
bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera
suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum
mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah kehilangan
air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam
jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai
hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang
melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah
substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3
lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
a)
Lapisan epidermis, terdiri atas:
-
Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai
inti sel, inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa
tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk
mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
-
Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya
terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
-
Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel
pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar
dengan permukaan kulit.
-
Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini
merupakan lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya
terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
-
Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena
sel-selnya terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel
yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
b)
Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
-
Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada
langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang
menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
-
Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan
juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf,
kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
c)
Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini
terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan
kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang. Jaringan subkutan dan
jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
- Etiologi
·
Listrik :
voltase aliran, listrik, petir, defibrilator.
·
Thermal :
api, air panas, kontak dengan objek panas, berjemur, sinar ultraviolet (luka
bakar karena sinar panas matahari).
·
Chemical :
organo phospat, acid (asam), korosi, alkalis.
·
Inhalasi :
saluran pernafasan yang terpapar dengan panas yang hebat, inhalasi zat kimia
yang merugikan, merokok dan CO.
- Patofisiologi
Luka bakar disebabkan karena terpapar panas, radiasi, bahan
kimia dan listrik. Sehingga terjadi pengalihan dari suatu sumber panas kepada
tubuh. Akibat adanya rangsangan tersebut maka terjadi kehilangan barier kulit
sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan, dan berlanjut kerusakan
termogulasi. Kehilangan barier kulit ini juga menimbulkan respon inflamasi yang
kemudian terjadi pelepasan makrofag, karena makrofag ini adalah berperan untuk
pertahanan yang penting yang mencakup fagositosis serta respon imun maka
terjadi reaksi antigen-antibody, lalu dari reaksi tersebut terjadi pelepasan
tromboplastin dan fibrinogen sehingga terjadi tromus, iskemia dan nekrosis.
Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikan nyata pada
tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cedera, disertai peningkatan
permeabilitas kapiler, hal ini mengakibatkan perpindahan cairan plasma
intravaskular menembus kapiler yang rusak karena panas dalam daerah
interstisial (mengakibatkan edema).
Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan
tekanan osmotik koloid pada kompartemen vaskular kemudian kebocoran cairan dan
elektrolit, kemudian berlanjut pembentukan edema tambahan pada jaringan yang
terbakar dan ke seluruh tubuh.
Kebocoran ini yang terdiri atas natrium, air dan protein
plasma diikuti penurunan curah jantung, maka terjadilah penurunan perfusi pada
organ besar seperti aliran darah ke ginjal menurun yang akhirnya menyebabkan
asidosis metabolik, aliran darah gastrointestinal menurun akibatnya resiko
ileus, begitu pula aliran darah tidak lancar yang jika tidak segera diatasi
menyebabkan nekrosis.
- Tanda dan
Gejala
Derajat 1 : Memerah, menjadi putih jika
ditekan, tanpa edema, kesemutan, rasa nyeri reda jika kedinginan, hiperestesia.
Derajat 2 : Melepuh, dasar luka
berbintik-bintik merah, permukaan luka basah, edema, nyeri, supersensitifitas
(sensitif terhadap udara dingin).
Derajat 3 : Kering, luka berwarna
putih, edema, syok, hemature, tak terasa nyeri.
Derajat 4 : Pengelupasan kulit, kering,
tidak menimbulkan nyeri.
- Test
Diagnostik
·
Darah lengkap : Menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangan cairan.
·
AGD :
Dasar penting untuk kecurigaan cedera
inhalasi. Penurunan PaO2 atau PaCO2.
·
Elektrolit serum
·
CoHbg :
Peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
·
BUN :
Mengetahui penurunan fungsi ginjal.
·
Toto rontgen dada : Dapat tampak
normal/tidak normal pada pasca luka bakar dini.
·
Bronkoskopi :
Berguna dalam diagnosa luas cedera
inhalasi hasil dapat meliputi edema, pendarahan/tukak pada saluran pernafasan
atas.
·
Skan paru :
Menentukan luasnya cedera inhalasi.
·
EKG : Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat
terjadi pada luka bakar listrik.
·
Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk
menyembuhkan luka bakar selanjutnya.
- Therapi dan
Pengelolaan Medik
-
Pemberian cairan
-
Pemberian analgetik
-
Pemberian antibiotik
-
Perawatan luka dengan hidroterapi dan penggantian
balutan
-
Bedrest
-
Debridement
-
Meningkatkan nutrisi.
- Komplikasi
-
Gagal respirasi yang akut
Perawat harus melakukan pengkajian lebih lanjut
terhadap tanda-tanda cedera instalasi seperti bertambahnya keparauan suara,
stridor (pernafasan berbunyi). Frekuensi dan dalam respirasi abnormal atau
perubahan mental yang disebabkan oleh hipoksia.
-
Syok sirkulasi
Pasien harus dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda
awal syok hipovolemik atau kelebihan muatan cairan yang terjadi sekunder akibat
resusitasi cairan yang paling sering dijumpai adalah kekurangan cairan yang
dapat berkembang menjadi syok sirkulasi (atau syok distribusi).
-
Gagal ginjal
Haluaran urin yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusitasi yang tidak adekuat atau awal terjadinya gagal ginjal akut.
-
Sindrom kompartemen
Status neurovaskuler ekstremitas harus dinilai dengan teliti, khususnya
jika luka bakar tersebut melingkar (sekumfenensial). Pengkajian ini akan
membantu kita untuk mendeteksi gangguan sirkulasi akibat peningkatan edema
karena konstriksi yang disebabkan oleh pembentukan esker pada luka bakar
derajat tiga.
-
Ileus paralitik
Dilatasi lambung dan ileus paralitik kerapkali
terjadi pada periode awal pasca luka bakar. Mual dan distensi abdomen (kembung,
meteorasmus) merupakan gejala yang ditemukan.
Konsep Asuhan Keperawatan
- Pengkajian
a.
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-
Pengetahuan pasien terhadap luka bakar
-
Penyebab luka bakar sekarang ini
-
Bagaimana kejadiannya
-
Apa yang dilakukan
-
Lamanya kontak dan lokasinya
-
Luas dan keadaan luka bakar
-
Ada pendarahan pada daerah luka bakar.
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Mual, muntah
-
Demam
-
Frekuensi pemberian makan dan minum dalam sehari
c.
Pola eliminasi
-
Pengeluaran urine, jumlah dan warna
-
Diuresis
d.
Pola aktivitas dan latihan
-
Kelemahan fisik, keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit
-
Penurunan kekuatan otot
-
Sesak nafas
e.
Pola tidur dan istirahat
-
Gangguan pola tidur dan istirahat akibat adanya nyeri
f.
Pola persepsi kognitif
-
Penggunaan alat bantu
-
Gangguan proses berpikir
-
Nyeri pada daerah luka, nyeri hilang timbul
-
Gangguan pengenalan terhadap rasa posisi, sikap tubuh
- Diagnosa
Keperawatan
a.
Kerusakan pertukaran berhubungan dengan keracunan
karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
b.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan edema dan efek inhalasi asap.
c.
Nyeri berhubungan dengan luka bakar.
d.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka
bakar.
e.
Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan.
f.
Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi
kulit dan luka terbuka.
g.
Cemas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka
bakar.
a.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
b.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali
integritas kapiler.
c.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya
barier kulit dan terganggunya respon imun.
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka.
e.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka
bakar, rasa nyeri.
- Rencana Keperawatan
a.
Kerusakan pertukaran berhubungan dengan keracunan
karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
HYD:
Tidak ada dispnea, frekuensi pernafasan 12-20 x/mnt, paru bersih pada
auskultasi, saturasi O2 arteri > 96% dengan oksimetri nadi, kadar
gas darah arteri dalam batas normal (pH 7,35-7,45, PCO2: 35-45 mmHg, PO2:
75-100 mmHg, HCO3: 24-28 mEq/L)
Intervensi:
1)
Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, trauma dan
dalam.
R/ Untuk
mengetahui apakah dalam rentang normal, bebas sianosis.
2)
Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia.
R/ Untuk
melakukan tindakan lebih lanjut.
3)
Amati letak-letak, keadaan luka bakar.
R/ Untuk
mengetahui tindakan yang akan dilakukan.
4)
Pantau hasil gas darah arteri (nilai AGD).
R/ Untuk
mengetahui data dasar dalam pengkajian status pernafasan dalam pengobatan.
5)
Pantau dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan
alat ventilator mekanis.
R/ Untuk
mencegah terjadinya
6)
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian O2.
R/ Untuk
mencegah hipoksemia/asidosis.
b.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan edema dan efek inhalasi asap.
HYD:
Jalan nafas paten dan pola, bunyi nafas normal.
Intervensi:
1)
Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, irama dan
dalam.
R/ Untuk
mengetahui tindakan lanjut apa yang akan dilakukan.
2)
Berikan posisi semi fowler.
R/ Untuk
meningkatkan ekspansi paru sehingga melancarkan pernafasan.
3)
Awasi 24 jam keseimbangan cairan.
R/ Mencegah
terjadinya kekurangan/kelebihan cairan.
4)
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian O2.
R/ Untuk
mencegah hipoksemia/asidosis.
5)
Kolaborasi dengan tim medis untuk fisioterapi dada.
R/ Untuk
memperbaiki jalan nafas klien sehingga meningkatkan fungsi pernafasan.
c.
Nyeri berhubungan dengan luka bakar.
HYD:
Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
1)
Balut luka segera mungkin.
R/ Untuk
mencegah tumbuhnya bakteri yang menyebabkan infeksi.
2)
Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik.
R/ Membantu
mengatasi nyeri.
3)
Berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi.
R/ Untuk
memberikan rasa nyaman.
4)
Kaji keluhan dan skala nyeri, lokasi.
R/ Untuk
menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.
5)
Beri lingkungan yang nyaman.
R/ Untuk
mengurangi rasa nyeri.
6)
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
analgetik.
R/ Untuk
mengurangi rasa nyeri.
d.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka
bakar.
HYD:
Penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi:
1)
Kaji ukuran, warna, dan kedalaman luka.
R/ Untuk
mengetahui apakah terjadi proses infeksi.
2)
Berikan perawatan luka bakar yang tepat.
R/ Untuk
mencegah terjadinya infeksi dan membantu proses penyembuhan luka.
3)
Amati tanda infeksi: suhu dan warna.
R/ Untuk
menghindari komplikasi.
4)
Anjurkan pasien agar tidak memegang daerah luka bakar.
R/ Agar tidak
terkontaminasi dengan kuman yang ada di tangan pasien.
5)
Rubah posisi tiap 4 jam.
R/ Untuk
mencegah terjadi kerusakan integritas kulit lebih lanjut.
e.
Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan.
HYD:
Volume cairan adekuat, turgor kulit elastis dan mukosa lembab.
Intervensi:
1)
Observasi TTV (TD, N, S, P) tiap 4 jam.
R/ Sebagai
tindakan lebih lanjut yang lebih tepat.
2)
Observasi intake-output cairan.
R/ Mengetahui
keseimbangan cairan.
3)
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari.
R/ Untuk
mengetahui apakah pasien kekurangan volume cairan.
4)
Kaji perubahan/kesadaran.
R/ Sebagai tanda
awal kekurangan volume cairan.
5)
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan
parenteral.
R/ Untuk
memenuhi kebutuhan cairan pasien.
f.
Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi
kulit dan luka terbuka.
HYD:
Suhu tubuh normal 36-37oC.
Intervensi:
1)
Observasi TTV (TD, N, S, P) tiap 4 jam.
R/ Sebagai
indikator dini dari reaksi hipotermi.
2)
Berikan lingkungan yang hangat.
R/ Memberikan
rasa nyaman.
3)
Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500
ml/hari.
R/ Untuk
mencegah reaksi hipotermi.
g.
Cemas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka
bakar.
HYD:
Cemas teratasi ditandai dengan wajah pasien tampak tenang, rileks.
Intervensi:
1)
Kaji tingkat kecemasan pasien.
R/ Untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien.
2)
Berikan penjelasan dan informasi tentang prosedur
keperawatan.
R/ Untuk
mengurangi kecemasan klien.
3)
Dengarkan keluhan klien.
R/ Meningkatkan
rasa percaya dengan perawat.
4)
Libatkan orang terdekat klien dalam proses keperawatan.
R/ Untuk
mengurangi rasa cemas pada klien.
5)
Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya.
R/ Untuk
mengurangi kecemasan klien.
a.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
HYD:
Nyeri berkurang sampai dengan hilang dengan intensitas 1-2 dalam waktu 1
minggu.
Intervensi:
1)
Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik.
R/ Membantu
untuk mengatasi nyeri.
2)
Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Peningkatan
tanda-tanda vital merupakan indikator dini komplikasi.
3)
Kaji lokasi dan intensitas nyeri, keluhan nyeri, luas
luka bakar.
R/ Untuk
menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.
4)
Ubah posisi setiap 4 jam sesuai indikasi.
R/ Memberikan
rasa nyaman.
5)
Berikan lingkungan yang nyaman.
R/ Untuk
mengatasi/mengurangi rasa nyeri.
6)
Ganti balutan sesering mungkin.
R/ Untuk
mencegah terjadinya pertumbuhan mikroorganisme yang menghambat penyembuhan
luka.
7)
Berikan obat analgesik sesuai indikasi.
R/ Untuk
mengurangi rasa nyeri.
b.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemulihan
kembali integritas kapiler.
HYD:
Kebutuhan cairan seimbang, tidak ada tanda-tanda edema.
Intervensi:
1)
Observasi tanda-tanda kekurangan/kelebihan cairan.
R/ Untuk
melakukan tindakan lebih dini yang lebih tepat.
2)
Observasi intake-output cairan.
R/ Mengetahui
keseimbangan cairan.
3)
Observasi TTV: TD, N, S, P tiap 4 jam.
R/ Sebagai
tindakan lebih lanjut yang lebih tepat.
4)
Pemberian obat diuretik misalnya Lasix.
R/ Untuk
meningkatkan produksi urine.
c.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya
barier kulit dan terganggunya respon imun.
HYD:
Infeksi tidak terjadi ditandai dengan tidak terjadi peradangan pada daerah luka
bakar.
Intervensi:
1)
Observasi tanda-tanda peradangan pada daerah luka
bakar.
R/ Sebagai
tindakan yang akan dilanjutkan untuk mencegah infeksi.
2)
Jaga kebersihan balutan.
R/ Untuk
mencegah terjadinya infeksi.
3)
Ganti balutan sesering mungkin.
R/ Untuk
mencegah infeksi dan cepatnya penyembuhan luka.
4)
Observasi TTV: TD, N, S, P tiap 4 jam.
R/ Merupakan
indikator dini proses infeksi.
5)
Jaga kebersihan alat tenun.
R/ Untuk
mencegah timbulnya bakteri yang mengakibatkan infeksi.
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka.
HYD:
Kebutuhan nutrisi adekuat, BB normal/ideal.
Intervensi:
1)
Berikan porsi makan kecil tapi sering.
R/ Untuk
pemasukan nutrisi yang adekuat.
2)
Timbang BB setiap hari.
R/ Mengetahui
penurunan/penaikan BB.
3)
Berikan lingkungan yang nyaman.
R/ Meningkatkan
nafsu makan klien.
4)
Berikan makan TKTP sesuai indikasi.
R/ Untuk
memenuhi kebutuhan dasar klien dalam nutrisinya.
e.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka
bakar, rasa nyeri.
HYD:
Intervensi:
1)
Ubah posisi setiap 4 jam.
R/ Memberikan
rasa nyaman.
2)
Berikan latihan pasif pada pasien.
R/ Untuk
mencegah kekakuan pada otot.
3)
Bantu pasien untuk duduk dan ambulasi dini.
R/ Untuk
mobilisasi secara bertahap.
4)
Gunakan bidai dan alat-alat latihan yang dianjurkan
oleh spesialis terapi.
R/ Untuk
meningkatkan klien dalam bermobilisasi.
5)
Dorong kemampuan mandiri sesuai kemampuan pasien.
R/ Untuk
memandirikan pasien agar tidak tergantung dengan perawat.
- Perencanaan
Pulang
Penyuluhan pada pasien dan keluarga:
a.
Menganjurkan pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi
yang mengandung protein dan vitamin.
b.
Menganjurkan pasien dan keluarga agar kontrol ke dokter
secara teratur untuk melihat keadaan kulit pada daerah luka bakar.
c.
Menganjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan
perawatan luka secara teratur.
d.
Menganjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan terapi
obat secara teratur dan sesuai instruksi.
e.
Menganjurkan pasien untuk minum 2.000-3.000 cc/hari.
f.
Memberi informasi untuk mempertahankan balutan pada
daerah luka bakar agar tetap bersih dan kering.
Brunner and Suddarth (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Hal. 1912. Alih bahasa : dr. H.Y. Kuncara, Edisi 8. Vol 3. Jakarta :
EGC.
C. Long Barbara (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Suatu
Pendekatan Proses Keperawatan. Hal. 640. Buku 3. Bandung : Yayasan IAPK.
Christine Effendy, SKp. (1994). Perawatan Pasien Luka
Bakar. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilynn E. (1991). Rencana Asuhan Keperawatan.
Hal 804. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo (1996). Keperawatan Kritis. Vol. II.
Hal. 538. Jakarta : EGC.
Ignatavicius, Donna D. (1991). Medical Surgical Nursing.
Hal. 361. Philadelphia: WB. Saunders Company.
Luckman, Sorensens (1993). Medical Surgical Nursing.
Fourth edition. Hal. 1985. Philadelphia : WB. Saunders Company.
Sylvia A. Price (1994). Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Buku 2. Hal 1260. Jakarta. EGC.
http:www.Apotik2000.net/apotik/luka_bakar
http:www.Kompas.com/ilmupengetahuan.tangal 2-mei-2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar