I.
Konsep Dasar Nifas
A. PENGERTIAN:
Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Kejadian yang
terpenting dalam nifas adalah involusi dan laktasi.
Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak,
ketika alat – alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal. ( Barbara F. weller 2005 )
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. (Abdul Bari Saifuddin,2002 )
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. (Abdul Bari Saifuddin,2002 )
B. MASA POST PARTUM
1.
Immediet post partum periode ( 24
jam pertama setelah melahirkan )
2.
Early post partum periode ( hari
kedua sampai ketujuh setelah melahirkan )
3.
Late post partum ( minggu
kedua/ketiga sampai keenam setelah melahirkan )
C. ADAPTASI FISIOLOGIS
Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu
:
1.
System reproduksi
a.
Involusi uterus
Proses kembalinya
uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus.
Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat.
Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum
keenam fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis
pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
b.
Kontraksi
Intensitas kontraksi
uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi
sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar.
Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone
oksigen yang dilepas kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi
uterus, mengkompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2
jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus
selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau
intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir.
c.
Afterpains
Pada primipara, tonus
uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan
kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri
yang bertahan sepanjang masa awal puerperium.
d.
Lokia
Pengeluaran darah dan
jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas disebut
lokia. Lokia ini terdiri dari lokia rubra (1-4 hari) jumlahnya sedang berwarna
merah dan terutama darah, lokia serosa (4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan
berwarna merah muda ( hemoserosa ), lokia alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit,
berwarna putih atau hampir tidak berwarna.
e.
Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah
persalinan , ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan;
setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.
f.
Vulva dan vagina
Vulva dan vagina
mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan
bayi, dan dalam beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini
tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali
kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia menjadi lebih menonjol.
g.
perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada
postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat kembali sebagian besar tonusnya
sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
h.
payudara
Payudara mencapai
maturasi yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi, payudara
akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula – mula lebih nyeri tekan
sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
i.
traktus urinarius
Buang air kecil sering
sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme ( kontraksi otot yang
mendadak diluar kemaluan ) sfingter dan edema leher buli – buli sesudah bagian
ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.
Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah
melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis.
Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2.
Tanda – tanda vital
suhu pada hari pertama
( 24 jam pertama ) setelah melahirkan meningkat menjadi 380C sebagai akibat
pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya perubahan
hormonal, bila diatas 380C dan selama dua hari dalam sepuluh dari pertama post
partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih, endometriosis dan
sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan
dapat menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3.
System kardiovaskuler
a.
Tekanan darah
Tekanan darah sedikit
berubah atau tetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing
dan seakan ingin pingsan segera berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b.
Denyut nadi
Nadi umumnya 60 – 80
denyut permenit dan segera setelah partus dapat terjadi takikardi. Bila
terdapat takikardi dan badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau
ada penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding
suhu. Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke
frekuensi sebelum hamil.
c.
Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit
dan eritrosit akan kembali kekeadaan semula sebelum melahirkan.
4.
System endokrin
Pengeluaran plasenta
menyebabkan penurunan signifikan hormone – hormone yang diproduksi oleh organ
tersebut. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah
plasenta keluar, kadar terendahnya tercapai kira – kira satu minggu
pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat
pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang
menyusui pada pascapartum hari ke 17 ( bowes ,1991 )
Kadar prolaktin
meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar
prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan ( Bowes, 1991
). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali
menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
5.
System perkemihan
Perubahan hormonal pada
masa hamil ( kadar steroid yang tinggi ) turut menyebabkan peningkatan fungsi
ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian
menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi
ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan kira – kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan
dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali kekeadaan sebelum hamil. (
Cunningham, dkk; 1993 ) pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius
bisa menetap selama tiga bulan.
6.
System gastrointestinal
Ibu biasanya lapar
setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan – makanan ringan.
penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang
singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air besar secara spontan
bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini
bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan
pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan,
kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi
karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomy, laserasi atau
hemoroid.
7.
System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup
hal – hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat
berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam
sampai ke 8 setelah wanita melahirkan.
8.
System integument
Kloasma yang muncul
pada masa kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir.
Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit
yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi
tidak hilang seluruhnya.
D. ADAPTASI PSIKOLOGIS
Rubin ( 1961 ) membagi menjadi 3 fase :
1.
Fase taking in yaitu fase
ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari ketiga post partum, fokus pada
diri sendiri, berperilaku pasif dan ketergantungan, menyatakan ingin makan dan
tidur, sulit membuat keputusan.
2.
Fase taking hold yaitu fase
transisi dari ketergantungan kemandiri, dari ketiga sampai dengan kesepuluh
post partum, fokus sudah ke bayi, mandiri dalam perawatan diri, mulai
memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam menerima
pendidikan kesehatan.
3.
Fase letting go yaitu fase dimana
sudah mengambil tanggung jawab peran yang baru, hari kesepuluh sampai dengan
enam minggu post partum, ibu sudah melaksanakan fungsinya, ayah berperan
sebagai ayah dan berinteraksi dengan bayi.
E.
PATOFISIOLOGI
Post partum/masa nifas/puerperium
Aspek fisiologis Aspek psikososial
Tanda vital Sist.kardiovaskuler Sist.endokrin Sist.urinaria Kelahiran bayi
Sist.pencernaan
Sist.muskuloskletal ReproduksiPerubahan dalam keluarga
Adaptasi Tidak
beradaptasi
Suhu meningkat
Sensasi eks.bawah
Breast
engorgement Tromboplebitis
Edema
Resiko ggn.proses parenting
Nyeri Ggn.
Pemenuhan ADL Diuresis
Resiko gangguan proses
laktasi
Urgensi
Resiko infeksi puerperalis
Urinary frekuency
Nafsu makan
Meningkat Prod. Hormon
turun.
Penurunan tonus abdomen Prolaktin meningkat Ggn.
Eleminasi BAK
Prod. ASI
Resiko konstipasiResiko ggn.
Proses parenting
Bradikardia Involusi
uteri
Takikardia involusi daerah
impalntasi plasenta
Cerviks
Instability
vasomotor Perubahan pd.
vagina
Kencang pd clitoris dan labia
Diaporesis/menggigil Luka perineum
Pengeluaran
kolostrum.
Gangguan rasa nyaman
Resiko
infeksi puerperalis
Ggn.rasa nyaman(nyeri)
Resiko ggn proses laktasi
II.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASA NIFAS
A. PENGKAJIAN
1.
Riwayat kehamilan dan persalinan
a.
Lama persalinan
b.
GPA
c.
Proses persalinan
Tyoepersalinan : forcep,
vacuum, banyak darah yang keluar selama persalinan 400 cc, jumlah pembalut /
duk yang digunakan setiap hari, pemeriksaan lab. Yaitu : haemoglobin
2.
Tanda – tanda vital
a.
Tekanan darah agak rendah dan
normal
b.
Nadi
c.
Suhu meningkat
d.
Pernapasan : dimonitor setiap 4
jam, bila normal (dalam 24 jam)
3.
Kulit
a.
Masker kehamilan
b.
Striae
4.
Payudara
a.
Besar, bentuk bengkak / tidak,
warna kulit / areo
b.
Papila menonjol / tidak, lecet, luka
c.
Kebersihan
d.
Colostrum, meningkat pada hari ke
2-3
5.
Abdomen dan fundus uteri
a.
Palpasi : Ukur tinggi fundus
uteri, kontraksi, posisi diastasis recti
b.
Auskultrasi : Bising usus
c.
Kaji :Keluhan mules-mules
(hisroyen/his pengiring)
6.
Perineum / Rectum
a.
.Observasi : Jahitan, kaji dan
keadaan luka episiotomi (REEDA)
b.
Nyeri
c.
Hemoroid
d.
Lochea : Rubra, serosa dan alba
e.
Aliran : Deras, sedang, agak
banyak / sedikit
7.
Ekstermitas bawah
Keluhan rasa sakit,
pembengkakan, suhu panas, kaji homan’s sign dan
cemas.
8.
Istirahat / rasa nyaman
a.
Lamanya
b.
Sukar tidur, his pengiring, nyeri
episiotomi, nyeri hemoroid, cemas.
9.
Kemampuan perawatan diri-bayi
10.
Tingkat energi
11.
Kebiasaan
a.
Status psikologis / emosional
b.
Respon terhadap kelahiran
c.
Respon terhadap keluarga
d.
Persepsi terhadap keluarga
e.
Perubahan psikologis
f.
Adaptasi Keluarga
12.
Pengetahuan : Lakukan tindakan
perawataan bayi, perawatan
payudara dan KB
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko defisit volume cairan b/d
pengeluaran yang berlebihan; perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
2.
Perubahan pola eleminasi BAK
(disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
3.
Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi)
b/d kurangnya mobilisasi; diet yang tidak seimbang; trauma persalinan.
4.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d
peregangan perineum; luka episiotomi; involusi uteri; hemoroid; pembengkakan
payudara.
5.
Resiko infeksi b/d trauma jalan
lahir.
6.
Resiko gangguan proses parenting
b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.
7.
Gangguan pemenuhan ADL b/d
kelemahan; kelelahan post partum
C. RENCANA TINDAKAN
1.
Diagnosa I
Tujuan : Pasien dapat
mendemostrasikan status cairan membaik.
Kriteria hasil : tak
ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, haluaran urine di atas 30 ml/jam,
kulit kenyal/turgor kulit baik.
Rencana :
a.
Observasi Tanda-tanda vital setiap
4 jam.
Rasional : Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan
atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b.
Observasi Warna urine.
Rasional :
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
c.
Pantau Berat badan setiap hari.
Rasional :
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
d.
Observasi Status umum setiap 8
jam.
e.
Rasional : Mengidentifikasi
penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
f.
Observasi balance cairan.
Rasional : Mengidentifikasi
keseimbangan cairan pasien secara adekuat dan teratur
g.
Beritahu dokter bila: haluaran
urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, gelisah, TD di bawah rentang normal,
urine gelap atau encer gelap.
Rasional : Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan
perlunya peningkatan cairan.
h.
Konsultasi dokter bila manifestasi
kelebihan cairan terjadi.
Rasional : Mencegah pasien jatuh ke dalam kondisi kelebihan
cairan yang beresiko terjadinya oedem paru.
2.
Diagnosa II
Tujuan : Eliminasi urin
normal
Kriteria Hasil :
Berkemih tidak di bantu dalam 6-8 jam setelah melahirkan , pola eliminasi urin
sesuai kebiasaan klien , karakteristik urin normal.
Rencana :
a.
Kaji masukkan cairan dan keluaran
urin terakhir.
Rasional : Mengidentifikasi
penyimpangan dalam pola berkemih pasien.
b.
Anjurkan minum 6-8 gelas cairan perhari
Rasional : Minum banyak
mempercepat filtrasi pada glomerolus dan mempercepat pengeluaran urine.
c.
Kaji tanda-tanda ISK ( rasa
terbakar pada saat berkemih, peningkatan frekuensi, urin kemih ).
Rasional : indikator
adanya gangguan eliminasi BAK
d.
Anjurkan pasien melakukan ambulasi
dini.
Rasional : Ambulasi
dini memberikan rangsangan untuk pengeluaran urine dan pengosongan bladder
e.
Anjurkan pasien untuk membasahi
perineum dengan air hangat sebelum berkemih.
Rasional : Membasahi
bladder dengan air hangat dapat mengurangi ketegangan akibat adanya luka pada
bladder
f.
Anjurkan pasien untuk berkemih
secara teratur.
Rasional : Menerapkan pola berkemih secara teratur akan
melatih pengosongan bladder secara teratur.
g.
Kolaborasi untuk melakukan
kateterisasi bila pasien kesulitan berkemih.
Rasional : Kateterisasi
memabnatu pengeluaran urine untuk mencegah stasis urine.
3.
Diagnosa III
Tujuan : Pola eleminasi
(BAB) teratur.
Kriteria hasil: pola
eleminasi teratur, feses lunak dan warna khas feses, bau khas feses, tidak ada
kesulitan BAB, tidak ada feses bercampur darah dan lendir, konstipasi tidak ada
Rencana :
a.
Kaji pola BAB, kesulitan BAB,
warna, bau, konsistensi dan jumlah.
Rasional : Mengidentifikasi
penyimpangan serta kemajuan dalam pola eleminasi (BAB).
b.
Anjurkan ambulasi dini.
Rasional : Ambulasi
dini merangsang pengosongan rektum secara lebih cepat.
c.
Anjurkan pasien untuk minum banyak
2500-3000 ml/24 jam.
Rasional : Cairan dalam
jumlah cukup mencegah terjadinya penyerapan cairan dalam rektum yang dapat
menyebabkan feses menjadi keras.
d.
Kaji bising usus setiap 8 jam.
Rasional :Bising usus
mengidentifikasikan pencernaan dalam kondisi baik.
e.
Pantau berat badan setiap hari.
Rasional :Mengidentifiakis
adanya penurunan BB secara dini
f.
Anjurkan pasien makan banyak serat
seperti buah-buahan dan sayur-sayuran hijau.
Rasional : Meningkatkan
pengosongan feses dalam rektum.
4.
Diagnosa IV
Tujuan : Pasien
mendemonstrasikan tidak adanya nyeri.
Kriteria hasil: vital
sign dalam batas normal, pasien menunjukkan peningkatan aktifitas, keluhan
nyeri terkontrol, payudara lembek, tidak ada bendungan ASI.
Rencana :
a.
Kaji tingkat nyeri pasien.
Rasional : Menentukan
intervensi keperawatan sesuai skala nyeri.
b.
Kaji kontraksi uterus, proses
involusi uteri.
Rasional : Mengidentifikasi
penyimpangan dan kemajuan berdasarkan involusi uteri.
c.
Anjurkan pasien untuk membasahi
perineum dengan air hangat sebelum berkemih.
Rasional : Mengurangi ketegangan pada luka perineum.
d.
Anjurkan dan latih pasien cara
merawat payudara secara teratur.
Rasional : Melatih ibu
mengurangi bendungan ASI dan memperlancar pengeluaran ASI.
e.
Jelaskan pada ibu tetang teknik
merawat luka perineum dan mengganti PAD secara teratur setiap 3 kali sehari
atau setiap kali lochea keluar banyak.
Rasional : Mencegah
infeksi dan kontrol nyeri pada luka perineum.
f.
Kolaborasi dokter tentang
pemberian analgesik bial nyeri skala 7 ke atas
Rasional : Mengurangi
intensitas nyeri denagn menekan rangsnag nyeri pada nosiseptor
5.
Diagnosa V
Tujuan : Infeksi tidak
terjadi.
Kriteria hasil: tanda
infeksi tidak ada, luka episiotomi kering dan bersih, takut berkemih dan BAB
tidak ada.
Rancana :
a.
Pantau: vital sign, tanda infeksi.
Rasional : Mengidentifikasi
penyimpangan dan kemajuan sesuai intervensi yang dilakukan.
b.
Kaji pengeluaran lochea, warna,
bau dan jumlah.
Rasional : Mengidentifikasi
kelainan pengeluaran lochea secara dini
c.
Kaji luka perineum, keadaan
jahitan.
Rasional : Keadaan luka
perineum berdekatan dengan daerah basah mengakibatkan kecenderunagn luka untuk
selalu kotor dan mudah terkena infeksi
d.
Anjurkan pasien membasuh vulva
setiap habis berkemih dengan cara yang benar dan mengganti PAD setiap 3 kali
perhari atau setiap kali pengeluaran lochea banyak.
Rasional : Mencegah infeksi
secara dini.
e.
Pertahnakan teknik septik aseptik
dalam merawat pasien (merawat luka perineum, merawat payudara, merawat bayi).
Rasional : Mencegah
kontaminasi silang terhadap infeksi.
6.
Diagnosa VI
Tujuan : Gangguan
proses parenting tidak ada.
Kriteria hasil: ibu
dapat merawat bayi secara mandiri (memandikan, menyusui).
Rencana :
a.
Beri kesempatan ibu untuk
melakuakn perawatan bayi secara mandiri.
Rasional
: Meningkatkan kemandirian ibu dalam perawatan bayi.
b.
Libatkan suami dalam perawatan
bayi.
Rasional : Keterlibatan
bapak/suami dalam perawatan bayi akan membantu meningkatkan keterikatan batih
ibu dengan bayi.
c.
Latih ibu untuk perawatan payudara
secara mandiri dan teratur.
Rasional : Perawatan
payudara secara teratur akan mempertahankan produksi ASI secara kontinyu
sehingga kebutuhan bayi akan ASI tercukupi.
d.
Motivasi ibu untuk meningkatkan
intake cairan dan diet TKTP.
Rasional : Mneingkatkan
produksi ASI.
e.
Lakukan rawat gabung sesegera
mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi.
Rasional : Meningkatkan
hubungan ibu dan bayi sedini mungkin.
7.
Diagnosa VII
Tujuan : ADL dan
kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil:
- Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
- Kelemahan dan kelelahan berkurang.
- Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri atau
dengan bantuan.
- frekuensi jantung/irama dan Td dalam batas
normal.
- kulit hangat, merah muda dan kering
Rencana :
a.
Kaji toleransi pasien terhadap
aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi
istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
Rasional : Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien
terhadap stres aktifitas dan indikator derajat penagruh kelebihan kerja
jnatung.
b.
Tingkatkan istirahat, batasi
aktifitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang
tidak berat.
Rasional : Menurunkan kerja miokard/komsumsi oksigen ,
menurunkan resiko komplikasi.
c.
Kaji kesiapan untuk meningkatkan
aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi,
peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
Rasional : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting
untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
d.
Dorong memajukan
aktifitas/toleransi perawatan diri.
Rasional : Komsumsi oksigen miokardia selama berbagai
aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas
bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
e.
Anjurkan keluarga untuk membantu
pemenuhan kebutuhan ADL pasien.
Rasional : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan
energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
f.
Jelaskan pola peningkatan bertahap
dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak
ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
Rasional : Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.
Daftar pustaka
1.
FKU Padjajaran. Obstetri
Fisiologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKU Padjadjaran Bandung. Penerbit
ELEMAN. Bandung. 1983.
2.
Helen Farrer (2001), Perawatan
Maternitas Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3.
Marylin E. Doengoes, Mary Frances
Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4.
Kapay, Glee. Pengkajian Post
Partum. [internet].
http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2008/05/pengkajian-post-partum.html. (diakses
tanggal 26 oktober 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar